Diduga Regulasi Tidak Berjalan Normal, Paket 45,5 M Berpotensi Putus Kontrak
CYBER88 | Sulawesi Tengah - Paket Preservasi Jalan Nasional Ruas Molosipat-Tinombo, yang di kerjakan oleh PT. Bagaskara Pratala Manunggal, yang berkontrak sejak tanggal 04 Maret 2024, dengan nilai kontrak sebesar Rp.45.576.273.500,00. Dengan limit waktu pelaksanaan 303 hari kalender. [26/8/2024].
Sukses dan tidaknya pelaksannaan paket tersebut sesuai dengan kontrak yang ada, menjadi tanggung jawab 3 oknum pejabat Kementrian PUPR, di antaranya : Heriyanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen [PPK 2.1} Yudha Sandyutama, Kepala Satuan Kerja [Satker Wilayah 2 Sulteng] Dadi Muradi Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasonal (Ka. BPJN Sulteng].
Dari pantauan wartawan media ini di sepanjang ruas [Tinombo-Molosipat} yang menjadi wilayah penanganan Paket Preservasi tersebut, masih banyak terdapat lubang dan genangan air di badan jalan yang belum tersentuh sama sekali.
Kegiatan yang di kerjakan oleh PT.PBM dalam waktu sekitar 6 bulan, sejak penandatanganan kontrak [04 Maret 2024] diduga hanya berupa, pembuatan rabat bahu jalan sepanjang kurang lebih 150 meter, pembagunan mortal sekitar 350 meter, galian pelebaran badan jalan sekitar 100 meter lebih, pekerjaan Patching sekitar 20 persen, pekerjaan pengaspalan [overlay] sekitar 100 meter lebih.
Yasir, salah seorang tokoh pemuda Kecamatan Ongka Malino, ketika di mintai tanggapannya terkait pelaksanaan pekerjaan tersebut, mengatakan, jika benar data hasil pekerjaan-nya baru seperti itu. Bila di akumulasi secara keseluruhan berdasarkan nlai kontrak yang ada, maka kuat dugaan bobot hasil pekerjaan-nya masih sekitar 6-7 persen.
Sementara penarikan uang muka saja, sebesar 20 persen sejumlah Rp.9.115.254.700 [dari nilai kontrak] bila di konvesikan pada bobot hasil pekerjaan, itu berada di sekitar angka 15 persen secara keseluruhan.
“Pihak kontraktor terkesan lelet dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, seharusnya bila berjalan normal, bobot hasil pekerjaan di bulan ke-enam sudah berada di angka 50-60 persen” sebut Yasir.
Lanjut kata Yasir, kami menduga PPK dan Satker tidak dapat menjalankan tupoksinya dengan baik, pasalnya, jika benar sampai saat ini bobot hasil pekerjaan masih di sekitar 6-7 persen, itu artinya kedua oknum pejabat tersebut terkesan gagal dalam membina kontrakor.
Mestinya PPK 2.1, sudah bisa megetahui bahwa paket tersebut berpotensi akan mengalami kritis, pada saat rapat Pre Counstrution Meeting [PCM] karna sudah bisa terlihat kesiapan pihak penyedia [kontraktor] di lapangan. “Apakah sejumlah peralatan, tenaga kerja dan kebutuhan material yang termuat dalam kontrak, sudah siap di lapangan atau sama sekali belum tersedia” ungkap Yasir.
Selanjutnya, pada bulan pertama setelah PCM tersebut, PPK dan Satker sudah bisa memastikan bahwa paket tersebut dalam kondisi kritis, maka sangat perlu di lakukan rapat Show Cause Meeting [SCM].
“Kami menduga regulasi yang ada tidak berjalan dengan normal. Mestinya, bila berjalan normal. PPK 2.1 sudah seharusnya memutus kontrak paket tersebut, jika benar informasinya sampai pada bulan ke-enam bobot hasil pekerjaan masih bertahan di angka 6-7 persen” beber Yasir pada Wartawan Media ini pada 26/8/2024.
Heriyanto selaku PPK 2.1, terkesan menghindar dan takut untuk di konfirmasi, Sementtara Yudha Sandyutama, sebagai pimpnan langsung dari PPK 2.1 dengan jabatan, Kepala Satuan Kerja [Satker Wilayah 2 Sulteng. Terlihat takut memberikan nomor kontak PPK 2.1 dan memberikan informasi terkait titik-tittik lokasi sejumlah aitem pekerjaan.
Menurutnya [Yudha Sandyutama} “PPK-nya lagi sibuk karna paket kritis, tolong lebih di mengerti kondisinya, terkait permintaan informasi titik-titik lokasi pekerjaan, silahkan bapak menyurat secara resmi”.Ungkapnya melalui pesan WhatsApp.
Salah seorang praktisi hukum di Sulawesi Tengah [Sulteng} Dewi Shita.SH.MH, menangapi kemelut yang terjadi di paket Preservasi ruas Tinombo-Molosipat, mengatakan, mestinya, PPK 2.1 dan Satker Wilayah 2 Sulteng, tiga bulan pertama sudah memberikan lampu kuning kepada pihak kontraktor. Tujuannya, agar penarikan uang muka 20 persen dapat di pertanggung jawabkan dalam bentuk pekerjaan fisik atau nonfisik.
Terkait sulitnya oknum Wartawan melakukan konfirmasi atau mendapatkan nomor kontak oknum pejabat, dan harus menyurat secara resmi, jika menanyakan titik-tittik lokasi pekerjaan.
Kami menilai oknum pejabat tersebut diduga kurang memahami UU Nomor 14 Tahun 2008, Tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Kontrak saja, itu tidak termasuk rahasia negara, apa lagi hanya titik-titik lokasi pekerjaan” Tutup Dewi dari balik ponselnya kettika di konfrmasi via telepon seluler pada 25/8/2024.
Komentar Via Facebook :