1.589 Tiket Perjalanan Luar Daerah Fiktif DPRD Riau Tahun 2024, Rugikan Negara 12,64 M
Wakil Direktur Lembaga Anti Korupsi (LAKR) Riau, Rolan Aritonang.
CYBER88 | Riau - Kasus SPPD fiktif di DPRD Riau tahun 2020 dan 2021 yang telah merugikan negara 195,6 miliar Rupiah berdasarkan hasil audit BPKP tak jelas juntrungannya. Hingga saat ini, belum juga ditetapkan tersangkanya meskipun telah dilakukan gelar perkara di Kortas Tipikor Mabes Polri.
Ironisnya, pada tahun 2024 ditemukan lagi 1.589 tiket perjalanan fiktif yang merugikan negara senilai 12.647.534.278 Rupiah. Parahnya lagi, setelah dilakukan pengecekan terhadap para pelaku, dari 500 sampel nama yang diambil, tidak satu nama pun yang berkesesuain dengan nama anggota DPRD Riau.
“Kasus korupsi di DPRD Riau dilakukan dengan berbagai modus operandi serta dilakukan secara sistematis dan massif. Belum tuntas pengungkapan kasus korupsi SPPD fiktif tahun 2020 dan 2021, kini muncul lagi kasus SPPD fiktif berupa tiket perjalanan ke luar daerah sebanyak 1.589 dengan jumlah kerugian negara negara 12.647.534.278 Rupiah. Sepertinya ada sindikat SPPD fiktif di Sekwan DPRD Riau yang terus melakukan aksinya sepanjang waktu,” tutur Wakil Direktur Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR), Rolan Aritonang, Selasa (23/9) di Pekanbaru.
Pada tahun 2024, jelas Rolan, Pemprov Riau telah menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 345.068.768.320,10 dan terealisasi sebesar Rp 263.130.054.259,00 atau setara 76.25 persen. Anggaran perjalanan dinas diperuntukkan guna menunjang kinerja ASN dan para anggota dewan, seperti melakukan studi banding dan mengikuti seminar dan pelatihan.
“Ironisnya biaya perjalanan dinas malah dijadikan sebagai sarana untuk melakukan korupsi dan memperkaya diri sendiri,”ujar Rolan, yang juga mantan Ketua Komisi VII DPRD Riau.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI perwakilan Riau tahun 2025 ditemukan adanya penggunaan tiket pesawat untuk perjalanan fikif atau perjalanan yang tidak dilaksanakan. Jumlah tiket perjalanan fiktif mencapai angka 1.589 dengan tujuan berbagai kota di Indonesia. Jumlah kerugian negara akibat tiket perjalanan fiktif ini mencapai Rp 12.647.534.278,00.
“Temuan dalam LHP BPK RI baru hasil audit administrasi. Kalau dilakukan audit investigasi hampir dipastikan angka korupsi dalam LHP BKK RI jauh lebih besar,” ungkapnya.
Untuk mengungkap lebih jauh kasus tiket perjalanan fiktif ini, lanjut Rolan, tim LAKR mencoba untuk mencocokkan nama pelaku tiket perjalanan fiktif dengan nama anggota DPRD Riau. Sebanyak 500 nama pelaku dalam LHP BK RI diambil dan muncul 91 nama berbeda, di antaranya berinisal AP, DR, EN, IH, IC, JU, Km, LNW, LO, MAA, MAS, MF, MU, RF, PMR, RR, RM, RI, TRZ, TK, TH, VLP, YE, YRR, OK, YRS, RA, SR, MA, AAN, SR, MP, ABH, Fa, Ra, NVN, Yd, NW, FG, RKS, ZF, AA, ES, ZF, MH, ZU, LK, HS, RFR, YD, MH, ZU, HA, SF, KZ, FS, HA, ITH, AA, WDH, AYN, ZTA, MDR, Ag, IY, WSR, SRA, IK, AHB, PH, NIP, LFI, RS, AK, YRR, HO, HH, WBR, TF, IN.
“ 91 dari 500 nama yang dijadikan sampel dalam LHP BPK setelah dicek ulang tidak ada satu nama pun yang berkesesuaian dengan nama-nama anggota DPRD Riau dan semua pelaku adalah pegawai Sekwan,” terangnnya.
Sebagai tokoh senior PDI Perjuangan Riau, Rolan menduga, ada sindikat yang bermain dalam terbitnya tiket perjalanan fiktif tersebut. Sebab, dalam 500 nama yang diambil tidak seorang pun anggota dewan yang terlibat. Terbitnya tiket pesawat melalui mekanisme yang melibatkan pimpinan DPRD Riau dan Sekretariat Dewan, patut diduga ada sindikat dalam terbitnya tiket perjalanan fiktif tersebut dan hampir dipastikan melibatkan pejabat teras di Sekretariat Dewan.
Untuk mengungkap kasus yang sangat memalukan lembaga DPRD Riau, kata Rolan, perlu dilakukan pengusutan tuntas oleh Kejati Riau. Sebab, Kejati Riau baru saja melakukan mutasi dan melantik para pejabat baru.
“Kejati Riau dengan aparat yang masih segar dan tidak punya beban masa lalu di Riau diminta untuk mengungkap kasus tiket perjalanan fiktif di DPRD Riau yang merugikan negara 12,6 miliar lebih. Pemprov Riau juga diminta untuk segera memutasi para pejabat di lingkungan Sekwan yang diduga terlibat dalam sindikat terbitnya tiket perjalanan fiktif ini,” tegasnya.
Kasus tiket perjalanan fiktif ini, lanjutnya, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 terutama pada Pasal 121 ayat (2) yang menyatakan bahwa pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dnegan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran APBD bertanggungjawab terhadap beberapa material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Juga bertentangan dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Perjalanan Dinas yang Bersumber dari APBD.
Plt Sekretaris DPRD Riau Marto Saputra yang dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp mengatakan, bahwa kasus 1.585 tiket perjalanan fiktif tersebut sedang dalam pemeriksaan di Polda Riau. “Ini sedang dalam pemeriksaan di Polda Riau,” jawabnya singkat.


Komentar Via Facebook :