Kasus SPPD Fiktif 162 M di DPRD Riau, Sebuah Ironi Penegakan Hukum di Bumi Lancang Kuning

CYBER88 | Pekanbaru - Kasus SPPD fiktif di DPRD Riau merupakan mega korupsi yang melibatkan angka yang fantastis 162 miliar dan juga ratusan orang.
Sejak awal kasus SPPD fiktif ini diungkap oleh Ditreskrimsus Polda Riau, euforia dan harapan besar membuncah di tengah masyarakat Riau agar kasus korupsi yang melibatkan lembaga terhormat ini dapat terungkap secara tuntas.
Harapan dan apresiasi setinggi-tingginya diberikan segenap lapisan masyarakat Riau melihat gebrakan dan sepak terjang penyidik Polda Riau. Apalagi, penyidik Polda melakukan pengerebekan dan penyitaan dokumen, laptop, puluhan ribu tiket pesawat, stempel dan puluhan barang bukti lainnya.
Pasca penggerebekan ruangan Sekwan DPRD Riau dan naiknya status SPPD fiktif ini dari penyelidikan ke penyidikan membuat harapan masyarakat semakin dekat dan nyata.
Apalagi, penggerebekan kantor Sekwan diikuti dengan penyitaan aset milik mantan Sekwan yang diduga berasal dari uang haram SPPD fiktif tersebut.
“Saya sangat mengapresiasi sepak terjang Polda Riau pada awal pengungkapan kasus mega korupsi ini. Sebab, penyidik Polda Riau bergerak cepat dalam melakukan pengerebekan dan penyitaan aset yang bersumber dari hasil SPPD fiktif. Apalagi, status kasus SPPD fiktif naik dari penyelidikan ke penyidikan,” ujar politisi senior yang juga mantan Ketua Komisi VII DPRD Riau Rolan Aritonang, di Pekanbaru beberapa waktu lalu.
Pengungkapan kasus SPPD fiktif ini, jelas Rolan, mendapat perhatian luas dari segenap lapisan masyarakat Riau. Karena melibatkan lembaga perwakilan rakyat dan angka korupsi yang sangat besar. Apalagi, melibatkan ratusan pegawai di Sekwan DPRD Riau, berbagai respon positif dan pujian disampaikan berbagai elemen masyarakat terhadap kinerja Polda Riau.
“Bahkan seorang artis panas di Jakarta ikut menikmati uang SPPD fiktif ini ikut dipanggil dan diperiksa penyidik. Hal ini dipandang sebagai upaya serius dari Polda Riau untuk mengungkap kasus mega korupsi ini,” kata Rolan
Namun harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keseriusan Polda Riau dalam mengungkap kasus SPPD fiktif ini mulai memudar seiring berjalannya waktu.
Yang menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat, lanjut Rolan, mengapa pengungkapan kasus korupsi ini hanya terfokus kepada bagian Sekretariat Dewan (Sekwan) saja. Bahkan sampai hari ini, tidak ada seorangpun anggota dewan yang diperiksa sebagai saksi apalagi tersangka.
“Masyarakat Riau sudah sadar dan melek hukum. Ada pertanyaan besar dalam benak mereka, kenapa yang diperiksa penyidik hanya bagian sekretariat saja yang meliputi ASN, honorer dan tenaga ahli saja. Sementara para pimpinan dan anggota dewan tidak disentuh sama sekali,” kata Rolan.
Masyarakat Riau, papar Rolan, sangat mengerti kalau tugas Sekwan adalah untuk mendampingi para anggota dewan dalam menjalankan tugasnya. Setiap ada kegiatan dewan keluar kota maka akan ada petugas dari bagian Sekwan yang akan mendampingi para anggota dewan dalam menjalankan tugasnya.
“Kan tidak masuk diakal kalau pegawai Sekwan sampai tenaga honorer diperiksa sedangkan para anggota dewan tidak diperiksa sama sekali. Itu tidak masuk dalam logika hukum publik,” kata Rolan
Bahkan, kata Rolan, ratusan pegawai Sekwan yang telah diperiksa diperintahkan untuk mengembalikan uang SPPD fiktif yang mereka terima. Karena takut, ratusan pegawai sekwan ini telah mengembalikan uang SPPD fiktif yang mereka terima.
“Sebanyak 242 orang pegawai Sekwan telah mengembalikan uang SPPD fiktif ini dengan nominal mencapai 19.1 M,” ungkap Rolan
Kepercayaan masyarakat semakin habis ketika Dirreskrimsus Polda Riau yang getol mengungkap kasus SPPD fiktif ini tiba-tiba dimutasi dengan alasan penyegaran. Pergantian ini memunculkan kecurigaan di tengah masyarakat bahwa penanganan kasus SPPD fiktif akan tebang pilih.
“Ada indikasi bahwa kasus SPPD fiktif ini akan dilokaslisir sampai di bagian Sekwan saja. Sementara para pimpinan dan anggota dewan akan dilindungi dan tidak diproseas hukum,” ujar Rolan
Melihat mekanisme kerja dan pertanggung jawaban keuangan di DRD Riau, papar Rolan, mustahil para pimpinan dan anggota dewan tidak mengetahui adanya penyalahgunaan anggaran di DPRD Riau, sebab perencanaan, penggunaan dan laporan penggunaan keuangan sudah diatur secara jelas.
“Sekwan setiap akhir tahun akan melaporkan pengunaan anggaran kepada DPRD Riau dalam sidang paripurna. Mustahil para pimpinan dan anggota dewan tidak mengetahui adanya penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran yang terjadi karena setiap akhir tahun dilaporkan dalam sidang paripurna,’’ ujar Rolan
Sementara itu, pengacara kondang Armilis Ramaini SH MH juga memberikan kritik pedas atas kinerja Polda Riau dalam menuntaskan kasus SPPD fiktif di DPRD Riau ini. Sudah hampir dua tahun proses penyelidikan dan penyidikan kasus ini berjalan, namun sampai saat ini tak jelas juntrungannya. Malahan, proses penyidikan kasus SPPD fiktif ini menimbulkan polemik dan kecurigaan di tengah masyarakat.
“Masyarakat menilai lambannya proses penanganan kasus SPPD fiktif ini karena Polda Riau tidak serius membongkar kasus ini secara tuntas. Indikasinya, sampai saat ini belum ada penetapan tersangka dan para pimpinan dan anggota dewan belum pernah diperiksa,” ujar Armilis.
Penanganan kasus SPPD fiktif ini, jelas Armilis tidak boleh tebang pilih. Sebab semua masyarakat mempunyai kekdudukan yang sama di mata hukum (equality before the law). Bahkan, kalau peyidikan kasus ini sampai tebang pilih dan hanya terfokus kepada para pegawai sekwan saja, masyarakat akan semakin yakin bahwa Polda Riau tidak serius untuk mengungkap tuntas kasus SPPD fiktif ini.
“Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Dan saya ingin menyampaikan bahwa yang dikorupsi itu bukan uang nenek moyang pegawai Sekwan dan para anggota dewan. Uang yang mereka korupsi itu adalah milik masyarakat dari membayar pajak,’’ ujar Armilis.
Armilis menambahkan bahwa momentum pergantian Kapolda Riau dari Irjen M Iqbal kepada Irjen Herry Heryawan membawa nuansa dan semangat baru dalam pengungkapan kasus SPPD fiktif DPRD Riau ini. Sebab, masyarakat Riau menuggu dan memperhatikan proses pengungkapan kasus ini setiap saat, jangan sampai adagium di tengah masyarakat bahwa polisi berwatak singa apabila masuk ke Riau akan berubah menjadi kucing rumahan.
“Harapan besar pengungkapan kasus SPPD fiktif di DPRD Riau ini berada di pundak Kapolda Riau yang baru Irjen Pol Herry Heryawan. Bila kasus ini terungkap tuntas dan tidak tebang pilih, maka Irjen Pol Herry akan dinilai sebagai pahlawan pemberantasan korupsi di Riau. Akan tetapi jika yang terjadi sebaliknya, maka nama beliau akan cacat dan dinilai sebagai Kapolda yang gagal dalam proses pemeberantasan korupsi di Riau,” pungkas Armilis
Komentar Via Facebook :