Rawan Conflict of Interest, Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) no 5 tahun 2025 tentang Satgas PKH Perlu Dikaji Ulang

Rawan Conflict of Interest, Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) no 5 tahun 2025 tentang Satgas PKH Perlu Dikaji Ulang

Foto Plang Satgas PKH di lahan Kebun Sawit, (foto Insert) Tommy aktifis dan pegiat hutan hutan lingkungan

CYBER88 | RIAU - Penertiban Kawasn Hutan (PKH) menumbuhkan  secercah harapan akan tegaknya aturan yang berlaku tentang pembangunan kebun kelapa sawit. Sebab, pembangunan kebun kelapa sawit yang selama ini terjadi sering tidak mengacu kepada aturan yang ada sehingga  mengancam kelesetarian lingkungan dan merugikan negara dari sektor pajak yang  pelaku utamanya adalah adalah pengusaha  besar.

Namun dalam perjalanannya, kebaradaan Satgas PKH ini justru menimbulkan permasalahan baru, kekuasaan besar yang diberikan pada Satgas PKH dalam penertiban kawasan hutan justru sering berbenturan dengan Undang-undang  No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan terutama pada pasal 14 dan 15.

Selain itu, penetapan areal perkebunan yang masuk kawasan hutan oleh Satgas PKH berpotensi memunculkan adanya conflict of interest (bentuan kepentingan/konflik kepentingan).

“Proses Penetapan kawasan Hutan oleh Satgas PKH acap kali  bertentangan dengan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, apalagi dalam prakteknya penetapan kawasan hutan secara sepihak akan berdampak rawan konflik kepentingan (Conflict of interest), karena itu keberadaan Satgas PKH ini perlu dikaji dan ditata ulang,” ujar  Praktisi hukum yang juga pengamat dan aktifis lingkungan Tommy Freddy Manungkalit SKom., SH., MH Sabtu (12/4)  di Pekanbaru.

Tommy menyampaikan, selama ini Satgas PKH sering melakukan penetapan kawasan hutan secara sepihak tanpa mengacu pada UU yang ada  dan langsung memasang plang di areal kebun yang diduga  masuk kawasan hutan, saat melakukan proses penetapan kawasan hutan, Satgas PKH memakai senjata lengkap dan parahnya lagi, yang menjadi objek penetapan kawasan hutan adalah kebun milik masyarakat yang luasan sangat kecil.

“Aksi Satgas PKH memakai senjata lengkap dan mamasang plang di areal kebun terutama kebun milik masyarakat kecil menimbulkan ketakutan dan terkesan mengintimidasi masyarakat pemilik kebun,” ujar Tommy

Penetapan kawasan hutan, jelas Tommy, telah diatur dalam pasal 15 UU no 41 tahyun 1999, sebelum satu kawasan dinyatakan masuk ke dalam kawasan hutan ada  beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama dilakukan penunjukan kawasan, kemudian penataan batasaan hutan, pemetaan kawan hutan dan diakiri dengan penetapan kawasan hutan.

“Penertiban kawasan hutan oleh Satgas PKH tidak bisa dilakukan secara sepihak dan harus mengacu pada UU No 41 tentang Kehuatanan pasal 15,” tegas Tommy. 

Keberadaan Satgas PKH sebagai lembaga Ad hoc dengan kewenangan yang sangat besar, lanjut Tommy,  akan sangat rawan disalahgunakan apalagi, penetapan areal kawasan kebun tanpa melalui prosesdur yang telah diatur dalam UU Kehutanan.

“Penertiban kawasan hutan oleh Satgas PKH akan sangat rawan dengan konflik kepentingan terutama untuk areal kebun milik masyarakat yang kurang paham tentang aturan yang ada,” kata Tommy

Sebagai pemerhati dan aktifis lingkungan, Tommy mendukung penuh keberadaan Satgas PKH, idealnya, Satgas PKH berguna untuk melakukan eksekusi terhadap areal kebun yang masuk kawasan hutan yang telah diputuskan oleh pengadilan.

Banyak areal kebun yang diputuskan masuk kawasan hutan oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) tapi tidak kunjung diekskusi, apalagi areal kebun itu milik perusahaan besar yang luasannya mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar.

“Tugas Satgas PKH sebaiknya difokuskan untuk menertibkan dan mengesekusi areal kebun yang masuk kawan hutan dan telah  diputus oleh lembaga peradilan. Seperti penertiban kebun milik PT Duta Palma,” ujar Tommy

Jika penertiban kawasan hutan oleh Satgas PKH tidak ditata ulang maka akan menimbulkan kegaduhan dan memunculkan tidak adanya kepastian hukum dalam usaha di bidang perkebunan, akibatnya para investor enggan masuk untuk berinvestasi di Indonesia, bahkan para pengusaha besar yang selama ini bergerak disektor perkebunan akan mengalihkan usahanya ke luar negeri.

“Di tengah upaya gencar dari pemerintah untuk menata areal kebun guna memancing masuknya investor dari luar negeri maka upaya penertiban kawasn hutan oleh Satgas PKH pertu ditertibkan dan ditata ulang," pungkas Tommy.

Komentar Via Facebook :