Masuk Kawsan Hutan dan Tak Kunjung Dieksekusi, 781.44 Ha Lahan PT Ayau Harus Diambil Alih Satgas PKH

CYBER88 | Kampar, Riau - Polemik areal kebun milik PT Ayau seluas 781.44 Ha yang terletak di Desa Kepau Jaya Kecematan Siakhulu, Kampar Riau terus bergulir dan memunculkan masalah.
Pasalnya kebun PT Ayau itu masuk dalam kawasan hutan dan telah diputus bersalah oleh PN Bangkiinang pada tahun 2014 lalu. Karena PT Ayau tidak melakukan banding atas keputusan PN Bangkinang maka keputusan itu telah inkrah dan berkekuatan hukum tetap.
Anehnya, meski telah sepuluh tahun lebih diputuskan bahwa areal kebun itu masuk kawasan hutan, belum juga dilakukan eksekusi terhadap lahan tersebut. Agar proses penegakan hukum dan eksekusi berlangsung maka kasus 781.44 lahan PT Ayau itu harus diambil alih oleh Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang sudah dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Perpres no 5tahun 2025.
Penegasan itu disampaikan oleh Timbalan I Dewan Pengurus Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Datuk H Tarlaili SAg di Pekanbaru. LAM sendiri, kata Tarlaili, sejak awal telah ikut membantu dan mencari solusi agar masalah 781.44 Ha lahan bermasalah ini dapat selesai dengan baik, bahkan, Ninik Mamak dari Kenegerian Buluh Nipis telah berkunjung ke kantor LAM untuk mencari solusi terbaik permasalahan lahan PT Ayau itu.
“Pihak LAM menaruh perhatian khusus terhadap lahan PT Ayau yang bermasalah, sebab, lahan itu awalnya adalah tanah ulayat masyarakat Kenegerian Buluh Nipis. Karena itu, solusi lahan PT Ayau itu tidak dapat dilepaskan dari kebeadaan Ninik Mamak Kenegerian Buluh Nipis,’’ Kata Tarlaili.
Konflik lahan kebun PT Ayau ini, lanjut Tarlaili, bermula dari gugatan yang diajukan oleh Yayaasn Riau Madani ke PN Bangkinang yang menyatakan bahwa 781.44 Ha areal kebun PT Ayau masuk ke dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Dalam persidangan di PN Bangkinang, PT Ayau dinyatakan bermasalah dan areal kebun bermasalah itu akan disita dan dikembalikan kepada negara. Penetapan itu berdasarkan SK No ‘W4.UT/12355/ht.04-10/VI/2014 yang diterbitkan oleh Panitera PN Bangkinang tertanggal 6 Juni 2014.
"Bahkan PN Bangkinang telah mengajukan surat permohonan eksekusi ke Polres Kampar berdasarkan surat No WU. U 7/1276/HR 02/V/2014 tertanggal 16 Mei 2014. Tapi sampai sekarang tahun 2025 proses eksekusi belum juga berjalan,” ujar Tarlaili
Tidak jealsnya proses eksekusi lahan PT Ayau ini, jelas Tarlaili, telah menimbulkan konflik horiziontal di tengah masyarakat. Pihak Ninik Mamak sebagai pemangku adat atas tanah ulayat berpolemik dengan aparat desa/sebagian masyarakat yang dibeking oleh perusahaan.
“Jangan sampai lambannya eksekusi lahan yang telah divonis di PN Bangkinang itu menimbulkan gesekan dan konflik di tengah masyarakat,” kata Tarlaili.
Karena proses eksekusi lahan PT Ayau tak kunjung dilaksanakan meskipun telah ada keputusan dari PN Bangkinang dan tidak ada upaya banding dari PT Ayau maka keputusan PN Bangkinang ini telah inkrah dan berkekuatan hukum tetap.
“Penanganan kasus PT Ayau ini harus diambil alih oleh Satgas PKH agar ada kepastian hukumnya. Sekaligus menetralisir polemik dan gesekan yang terjadi di tengah masyarakat,” papar Tarlaili.
Pengambil alihan lahan PT Ayau yang bermasalah oleh Satgas PKH, lanjut Tarlaili, juga akan lebih menjamin hak masyarakat adat atas lahan bermasalah itu, karena sebelum dibangun PT Ayau menjadi kebun sawit, lahan tersebut merupakan tanah ulayat masyarakat Kenegerian Buluh Nipis dan Kepau Jaya.
“Pengambil alihan proses eksekusi lahan PT Ayau oleh Satgas PKH akan lebih menjamin hak masyarakat Kenegerian Buluh Nipis dan Kepau Jaya sebagai pemilik sah lahan tersebut,” tegas Tarlaili.
Senada denga Tarlaili, advokat kondang Aramilis Ramaini SH MH juga menyarankan agar proses eksekusi lahan PT Ayau yang bermasalah diambil alih oleh Satgas PKH. Pengambil alihan eksekusi ini, akan menjamin adanya kepastian hukum terhadap status lahan yang diputus masuk kawsan hutan dan harus dieksekusi oleh PN Bangkinang itu.
“Harus ada kepastian hukum terhadap lahan yang telah dinyatakan bermasalah dan harus dieksekusi oleh PN Bankinang itu. Dan Hak masyarakat adat sebagai pemilik asli lahan itu harus diakomodir,” ujar Armilis.
Ada juga prosedur lain yang bisa ditempuh agar status lahan itu menjadi jelas yaitu dengan pengajuan status lahan sebagai APL (areal pengunaan lain) ke Kemenhut. Sebab ruang itu dibuka dalam UU Cipta Kerja.
“Yang paling urgen adalah status lahan itu segera tuntas dan hak masyarakat adat sebai pemilik sah lahan itu diakomodir. Sehingga kehadiran perusahaan di satu wilayah dapat berdampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bukan sebaliknya, menjadi sumber masalah sehingga terjadi konflik dan gesekan di tengah-tengah masyarakat,“ tegas Armilis.
Humas PN Bangkinang Ridho Akbar SH MH yang dikonfirmasi beberapa waktu lalu terkait masalah eksekusi lahan PT Ayau ini mengatakan bahwa proses eksekusi telah diajukan oleh Yayasan Riau Madani sebagai pemenang sengketa. Sebab proses eksekusi hanya dapat dilakukan apabila sudah ada permohonan eksekusi dari pemenang gugatan.
“Proses pengajuan ekseksi sudah diajukan oleh Yayasn Rau Madani sebagai pemenang perkara. Sebab , biaya eksekusi menjadi tanggungan pihak pemenang perkara," ungkapnya
Komentar Via Facebook :