Gugatan Wanprestasi Rp 140 M PTPN IV kepada Koppsa M, Pengamat Hukum: Majelis Hakim Jangan Sampai "JUAL BELI” Vonis

Pengamat hukum Guntur Abdurahman SH (Foto/istmw)
CYBER88 | Bangkinang, Kampar - Sidang vonis gugatan wanprestasi yang diajukan PTPN IV regional III kepada Koppsa M senilai Rp 140 M akan memasuki fase terakhir. Jika tidak aral melintang, satu bulan lagi sidang vonis akan digelar. Menjelang vonis, berbagai kekhawatiran muncul kalau ada keberpihakan dalam sidang kali ini.
Majelis hakim PN Bangkinang yang diketuai oleh Sony Nugraha yang juga Ketua PN Bangkinang diminta bersikap adil dan objektif dalam memutus perkara, jangan sampai ada keberpihakan, apalagi “jual vonis” dalam kasus gugatan yang mendapat perhatian luas dari masyarakat dan DPRD Riau tersebut. Penegasan itu disampaikan pengamat hukum Guntur Abdurahman, via telepon, Sabtu (3/5).
“Sidang gugatan wanprestasi PTPN IV kepada Koppsa M diwarnai banyak drama dan kejanggalan. Bahkan Koppsa M sebagai pihak tergugat mengadukan ketidakadilan yang mereka rasakan kepada DPRD Riau, Kementerian BUMN dan Pengadilan Tinggi Riau. Majelis hakim dari PN Bangkinang harus bersikap adil dan objektif dalam memutus perkara itu. Jangan sampai terjadi "JUAL BELI" vonis dalam kasus gugatan tersebut,” ujarnya Guntur.
Dalam fakta persidangan.jelas Guntur, terungkap dengan jelas bahwa kasus gugatan ini berawal dari kegagalan PTPN IV membangun kebun masyarakat yang bernaung dibawah Koppsa M seluas 1650 Ha.
Kesalahan pembangunan kebun, diimulai dari tidak dilakukannya uji kelayakan sebelum pembangunan kebun. Padahal, uji kelayakan merupakan prosedur standar yang harus dilakukan sebelum pembangunan kebun dilaksanakan.
“Tanpa uji kelayakan maka pembangunan kebun sawit oleh PTPN IV tidak boleh dilaksanakan karena merupakan prosedur wajib yang harus dilakukan sebelum pembangunan kebun,” ujarnya.
Repotnya lagi, lanjut Guntur, proses penanaman dan perawatan kebun tidak dilakukan dengan baik dan asal-asalan. Akibatnya, kebun yang dibangun tidak terawat dan tanaman tidak tumbuh dengan baik. Malahan sebagian besar kebun menjadi fuso dan semak belukar.
“Sebagian besar kebun tidak terawat dan ditumbuhi kayu mahang sampai ukuran paha orang dewasa,” sebutnya.
Kesalahan fatal kedua yang dilakukan PTPN IV, kata Guntur, tidak dilakukannya konversi/serahterima kebun kepada petani pada saat usia tanaman telah mencapai 48 bulan. Konversi dapat dilakukan apabila tanaman dikebun sudah berproduksi sebanyak 65 persen. Konversi tidak dapat dilakukan karena kebun sawit dalam keadaan fuso, semak belukar dan tidak berproduksi.
“Sesuai ketentuan, apabila tidak dilakukan konversi kebun pada usia tanam 48 bulan, maka biaya perawatan dibebankan kepada PTPN IV sebagai bapak angkat dan tidak dapat dibebankan kepada petani,” ucap Guntur.
Anehnya lagi, papar Guntur, terjadi take over pendanaan pembangunan kebun Koppsa M dari Bank Agro ke Bank Mandiri cabang Palembang tanpa prosedur yang benar.
Malahan terkesan telah terjadi kesepakatan antara PTPN IV dengan Ketua Koppsa M waktu itu bernama Mustaqim untuk melakukan pemufakatan jahat dalam proses take over dari Bank Agro ke Bank Mandiri cabang Palembang.
“Pengajuan pinjaman ke Bank Mandiri cabang Palembang cacat prsedural karena menggunakan RALS yang direkayasa dan tanpa melalui RAT resmi yang disepakati seluruh anggota Koppsa. Kesalahan dalam peminjaman ini tidak dapat dibebankan kepada Koppsa M dan menjadi tanggung jawab pribadi Ketua Koppsa M yaitu Mustaqim,” ujarnya.
Hasil penilaian kebun yang dilakukan Pemkab Kampar melalui Dinas Perkebunan pada tahun 2017 lalu, kata Guntur, telah menghasilkan keputusan bahwa hanya 400 H saja lahan kebun yang dibangun oleh PTPN IV itu dalam kondisi baik.
Sedangkan sisanya dalam keadaan rusak dan tidak terawat. Bahkan lahan seluas 400 Ha itupun produksinya kurang dari 10 ton/Ha/pertahun sehingga termasuk dalam kategori tanaman yang harus direplanting.
“Rekomendasi dari Pemkab Kampar adalah seluruh areal kebun Koppsa M yang dibangun oleh PTPN IV harus direplanting karena tidak produktif dan biaya perawatan akan lebih besar dari pada untuk membangun kebun yang baru,” ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, kata Guntur, pihak majelis hakim sudah bisa mengambil putusan berdasarkan fakta-fakta persidangan dan juga kunjungan langsung ke lokasi kebun.
Namun, melihat fenomena yang terjadi selama persidangan yang menunjukkan ada ketidakwajaran dan terkesan keberpihakan majelis hakim kepada salah satu pihak maka muncul kekhawatiran vonis majelis hakim akan berat sebelah. Bahkan persidangan ini diawasi langsung oleh majelis hakim dari Pengadilan Tinggi Riau.
“Saya mengingatkan kalau majelis hakim harus bersikap adil dan objektif dalam menjatuhkan vonis dalam kasus gugatan ini. Sidang ini diawasi secara ketat oleh PT Riau dan juga Mahkamah Agung RI. Jangan sampai majelis hakim berpihak apalagi sampai terjadi “jual beli” vonis dalam perkara yang mendapatkan perhatian luas dari publik dan melibatkan angka yang fantastis,” pungkas Guntur
Komentar Via Facebook :