Sengaja Babat Hutan Diluar Konsesi 1568 Ha, PT RAPP Terancam Denda Rehabilitasi Hutan 149 M

CYBER88 | Pekanbaru, Riau - Pembabatan hutan di luar areal konsesi oleh PT RAPP seluas 1568 Ha di Desa Rantau Kasih, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kampar dilakukan secara sengaja. Pembabatan hutan diluar areal konsesi diduga merupakan upaya perusahaan penghasil bubur kertas itu untuk mendapatkan kayu alam sebagai bahan baku industri tanpa membayar pajak dan retribusi kepada negara.
Demikian dikatakan Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri SH Msi, kepada Kamis (24/4) di kantor DPRD Riau, Jalan Sudirman Pekanbaru. Sebagai perusahaan besar berskala nasional, PT RAPP pasti mengetahui secara pasti berapa luas areal konsesi serta batas-batas wilayah konsesi mereka.
“Pembabatan hutan seluas 1568 Ha oleh PT RAPP di Desa Rantau Kasih merupakan tindakan yang disengaja. Tujuannya, mendapatkan kayu alam sebagai bahan baku industri mereka tanpa membayar pajak dan retribusi kepada negara,” ujarnya.
Edi Basri menduga, luas areal hutan yang dibabat oleh PT RAPP yang berada di luar areal konsesi mereka bisa jadi lebih luas dari lahan yang kini dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rantau Kasih tersebut. Sebab lahan 1568 Ha hanyalah lahan yang diajukan sebagai areal Perhutanan sosial.
“Perlu dilakukan pengukuran ulang terhadap luas lahan sebenarnya yang digarap oleh PT RAPP yang berada di luar areal konsesinya. Karena luas lahan yang digarap akan berdampak kepada besaran pajak dan retribusi yang harus dibayarkan kepada negara serta biaya untuk merehabilitasi areal tersebut menjadi hutan kembali,” kata Edi Basri.
Sebagai perbandingan, ujar Edi Basri, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melakukan penanaman di kawasan hutan maka akan dikenakan denda sebesar 96 juta per Ha sesuai pasal 110 B Undang-undang Cipta Kerja (UUCK). Jika dikonversikan kepada areal hutan yang dibabat oleh PT RAPP maka besarnya biaya yang dibebankan kepada PT RAPP untuk merehabilitasi kawasan itu kembali mencapai 149 M.
“Kawasan hutan yang dirusak oleh perusahaan atau dialih fungsikan akan dikenakan denda untuk rehabilitasi kawasan hutan kembali. Besarnya biaya rehabilitasi kawasan hutan yang telah dikonversi menjadi kebun sawit untuk setiap Ha mencapai 96 juta dan ekuivalen dengan areal hutan yang digarap oleh PT RAPP maka denda untuk rehabilitasi lahan akan mencapai 149 M,” paparnya.
Sedangkan untuk pembayaran Provisi Suber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) dihitung berasadarkan jenis dan ukuran kayu yang berada di kawasan hutan itu. Kayu log yaitu kayu yang diameter 30 up dan kayu chip mempunyai besaran PSDH/DR yang berbeda. Untuk menghitung besaran dan potensi kayu dikawasan pada waktu pengerjaan dapat dilakukan melalui citra satelit.
“Citra satelit dapat melihat potensi kayu yang ada di kawsan hutan yang dikonversi secara akurat," ujarnya.
Dinas Kehutanan Riau, lanjut Edi Basri harus bersikap proaktif untuk mengungkap kasus pembabatan hutan di luar konsesi oleh PT RAPP. Sebab, menyangkut dengan besarnya pajak dan PSDH/DR yang akan dibayarkan kepada negara. “Dishut Riau harus besikap pro aktif untuk mengungkap pemababatan hutan secara ilegal oleh PT RAPP.
Dishut mempunyai petugas yang mempunyai kapasitas dan kemampuan teknis untuk menghitung berapa luas hutan yang telah dibabat oleh PT RAPP serta barapa besarnya pajak dan PSDH/DR yang harus dibayarkan,” tegasnya.
Terkait dengan keterlibatan SPR Trada dalam pengelolaan LPHD Rantau Kashi, itu sudah berjalan sesuai koridor hukum. Sebab, SPR Trada yang mengajukan pengalihan fungsi hutan itu menjadi perhutanan sosial. Namun dalam pengerjaannya harus melibatkan masyarakat tempatan.
“Fee yang diterima oleh SPR Trada dalam pengelolah perhutanan sosial LPHD Rantau Kasih sudah tepat dan akan menambah PAD bagi Pemprov Riau,” tutupnya.
Komentar Via Facebook :